Puasa ibaratkan sebuah latihan atau pendidikan bagi jiwa.
Shaum juga ternyata merupakan metode terapi penyakit kejiwaan dan penyakit
fisik.
Puasa berfungsi sebagai pengontrol sarana untuk mencegah sikap dan
tingkah laku kita yang tidak terpuji. Puasa mampu menjaga ruh, hati, dan tubuh
dari segala macam penyakit.
Dalam pandangan agama, puasa dapat dijadikan sarana untuk lebih bertakarub
kepada Allah. Sedangkan, secara psikologis, puasa erat kaitannya dengan
kesehatan mental karena dapat dijadikan kontrol yang dapat mencegah kita dari
sikap keji dan mungkar. Puasa juga dapat digunakan untuk melepaskan diri dari
perasaan bersalah dan dosa serta dari perasaan depresi atau penyakit kejiwaan
lainnya.
Puasa merupakan salah satu perintah dari Allah, tetapi puasa besar manfaatnya
sebagai pengendalian diri. Pengendalian akan mengantarkan manusia pada
kebebasan berperilaku di luar “kebiasaan” yang membatasi sikap kita supaya
tidak berlebihan. Kebutuhan fisik maupun psikis manusia harus dapat dikendalikan
atau dibatasi selama berpuasa. Hal itu akan terasa berat bagi orang yang belum
terbiasa. Namun, berpuasa akan terasa ringan dengan latihan dan pembiasaan.
Selan itu, puasa dapat melatih kesabaran. Itu karena orang yang berpuasa akan
dapat mengendalikan diri. Emosi yang ada dalam diri dapat diatur melalui
berpuasa. Hal itu dapat membuat hidup kita lebih matang, konsisten, dan jujur.
Puasa juga dapat mengusir kesedihan, melahirkan rasa empati, dan dapat
memberikan kenikmatan ruhiyah serta ketenangan. Puasa dilakukan untuk
mendapatkan keridaan Allah. Jika motivasi puasa tersebut dilakukan sematamata
karena Allah, mereka akan melaksanakannya tanpa beban.
Puasa sekaligus berfungsi sebagai kontrol dan pencegahan untuk melakukan
tindakan yang dilarang. Nafsu dapat dikekang dan dikendalikan dengan pendidikan
dan pelatihan sejak dini, sedangkan jika masih timbul keraguan, permasalahan
tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan Alquran dan hadis. Sebagai contoh,
hubungan seksual bebas (free sex) itu ada dan banyak yang melakukannya, namun
dalam agama Islam tidak diperbolehkan.
Ajaran moral
Menurut Psikolog Universitas Indonesia (UI) Dadang Hawari, pesan puasa secara
moral mengajarkan kita supaya dapat berbuat baik, tidak hanya sekadar menahan
lapar dan dahaga, tetapi juga dapat mencegah kita dari perbuatan keji dan
mungkar.
Sebagaimana apabila Anda merasa stres dan depresi, jadikanlah shalat dan sabar
untuk memperoleh ketenangan. ”Orang yang dapat mengendalikan diri itu merupakan
orang yang sehat mentalnya sebab peperangan terbesar bagi manusia itu adalah
perang melawan hawa nafsu,” tutur Dadang.
Puasa dapat berarti menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang
membatalkannya dengan niat yang tulus karena Allah SWT. Itu karena puasa
berfungsi sebagai penyucian, pembersihan, dan penjernihan diri dari
kebiasaan-kebiasaan yang jelek dan akhlak tercela. Puasa juga dapat untuk
melatih kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional.
Kepribadian manusia diumpamakan seperti fenomena gunung es. Hal itu karena
bagian permukaan gunung saja yang dapat terlihat, sedangkan bagian dasarnya
tidak terlihat. Secara psikologis, manusia mempunyai id, ego, dan superego.
Dengan demikian, tidak ada seseorang yang mengetahui secara utuh seseorang
lainnya karena yang diketahuinya secara parsial.
Jika dilihat dari kedudukannya, id merupakan nafsu manusia yang muncul sebagai
dorongan yang tak tampak dalam diri manusia. Ego berfungsi menyeimbangkan
antara id dan superego, sedangkan superego merupakan kontrol manusia atau
sesuatu yang dapat menahan manusia melakukan tindakan-tindakan yang dilarang
oleh agama.
Id bisa diumpamakan sebagai nafsu, sedangkan superego merupakan iman manusia
(puasa) atau bisa berupa tatanan moral, norma, dan etika. Hal itu karena ada
nilainilai yang boleh dilakukan oleh manusia dan ada nilai-nilai yang dilarang
terkait halal dan haram.
Puasa yang dilakukan manusia diharapkan mampu difungsikan untuk mengendalikan
diri dari ‘id’ yang berupa dorongan-dorongan naluriah dalam diri manusia,
seperti rasa lapar, haus, dan kebutuhan biologis lainnya. Seseorang bisa
mengendalikan “id” dengan membiarkan “superego” menguasai diri. Hal itu bisa
dicapai dengan sikap iman, Islam, dan ihsan.
Dadang menjelaskan, kebiasaan berpuasa harus ditanamkan sejak balita sesuai
dengan kemampuannya karena dengan kebiasaan ini akan tertanam nilai-nilai
tersebut dalam dirinya. Anak-anak akan mencontoh perilaku yang dicontohkan oleh
orang tuanya. Nilai-nilai keteladanan itu akan membekas
Republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar